Kartini Edu
Bahasa dan Budaya Indonesia : Sprache und Kultur Indonesiens


Raden Ajeng Kartini


Raden Ajeng Kartini adalah pahlawan wanita Indonesia yang memperjuangkan emansipasi wanita. Dilahirkan di Jepara, Jawa Tengah, pada tanggal 21 April 1879, Kartini adalah seorang putri dari bangsawan Jawa. Ia hanya dapat merasakan bangku sekolah sampai umur 12 tahun, karena pada saat itu wanita tidak boleh berpendidikan lebih tinggi dari pria.
Untuk mengisi kesehariannya Kartini banyak menulis surat kepada teman-temannya yang berasal dari Belanda. Dalam surat-suratnya ia banyak menuangkan pikiran-pikirannya tentang masalah wanita Indonesia, seperti rendahnya status sosial wanita, hak tidak dapat menuntut ilmu, harus rela dinikahkan dan dimadu. Ia pun banyak mendapat informasi tentang kemajuan berpikir wanita di Eropa, sehingga timbul keinginan Kartini untuk menaikkan derajat wanita. Ia ingin agar wanita di negaranya juga mempunyai hak untuk menuntut ilmu, agar dapat berpikir maju. Ia pun mendirikan sekolah-sekolah wanita.
Keinginannya untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Guru di Belanda terhalang karena ia harus menikah pada 12 November 1903. Namun setelah beberapa hari melahirkan anak pertamanya. Kartini meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 di usia 25 tahun. Surat-surat yang pernah ditulis dan dikirimkan Kartini kepada teman-temannya kemudian dikumpulkan dan di jadikan sebuah buku yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Buku ini memberikan inspirasi kepada kaum wanita di daerah lain untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Sejak saat itu banyak berdiri Sekolah Kartini hingga wanita bisa menyamakan hak mereka dengan pria. Untuk mengenang jasa-jasa Kartini maka ditetapkanlah hari lahir Kartini, tanggal 21 April sebagai Hari Kartini.


Raden Ajeng Kartini gilt in Indonesien als eine Heldin, die für die Gleichberechtigung der indonesischen Frauen kämpfte. Sie wurde am 21. April 1879 in Jepara, Mitteljava, als Tochter eines javanischen Adligen geboren. Die Schule konnte sie leider nur bis zum 12. Lebensjahr besuchen, denn damals durften Frauen keinesfalls eine höhere Ausbildung haben als die Männer.
Um ihre Tage sinnvoll zu verbringen, schrieb Kartini Briefe an ihre niederländischen Freunde. In diesen Briefen legte sie ihre Gedanken über die Probleme der Frauen in Indonesien dar: den niedrigen Sozialstatus, das Verbot zu lernen, die Verheiratung mit einem von den Eltern ausgesuchten Mann und das erzwungene Zusammenleben mit weiteren Ehefrauen des Mannes. Von ihren Freunden bekam sie viele Informationen über das fortschrittliche Denken der europäischen Frauen, sodass sie den großen Wunsch hegte, den rechtlichen Status der indonesischen Frauen entsprechend zu verbessern. Sie wollte, dass die Frauen in ihrem Land auch das Recht bekämen, sich gut auszubilden, um sich für Verbesserungen einsetzen zu können. Für dieses Ziel gründete sie mehrere Schulen für Frauen.
Ihr Traum, eine Schule für Lehrer in den Niederlanden zu besuchen, wurde durch ihre Verheiratung am 12. November 1903 verhindert. Leider stirb sie schon am 17. September 1904 in ihrem 25. Lebensjahr, nachdem sie ein paar Tage zuvor ihr erstes Kind zur Welt gebracht hatte. Die Briefe an ihre Freunde wurden gesammelt und erschienen als Buch mit dem Titel “Habis Gelap Terbitlah Terang” (Von der Dunkelheit ins Licht) . Dieses Buch inspirierte viele Frauen in anderen Regionen Indonesiens, für ihre Rechte zu kämpfen. Seither wurden viele Sekolah Kartini (Kartini-Schulen) gegründet, sodass die Frauen die gleichen Rechte wie die Männer haben. Um an ihr Wirken zu erinnern, wird Kartinis Geburtstag am 21. April als Hari Kartini (Kartini-Tag) gefeiert.




 Layanan : Service |  © by Joharnie, Albert Urban |  Datenschutzerklärung